
TAGAR INDONESIA.COM — Dugaan praktik mafia tanah mencuat di Kota Batu. Adapun korbannya kali ini menimpa Nuryanto, warga Bandulan, Kota Malang.
Hal ini diketahui setelah Nuryanto melaporkan adanya dugaan penyerobotan tanah miliknya oleh oknum tak bertanggung jawab ke Polres Kota Batu.

Bahkan Nuryanto sudah dimintai klarifikasi oleh penyidik Polres Batu atas laporannya tertanggal 11 Maret 2025 terkait dugaan peralihan hak atas tanah milik keluarganya di Desa Beji – Junrejo, Kota Batu, seluas 11.580 meter persegi.
Tanah tersebut sebelumnya tercatat atas nama ayahnya, almarhum Sunari.
Namun secara misterius, nama dalam sertifikat berubah menjadi atas nama Anik Sumarti, warga Jln Trunojoyo RT 001 RW 009 Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Kota Batu Jawa Timur tanpa sepengetahuan ahli waris dan tanpa adanya proses jual beli.
Hal ini sesuai pernyataan yang pernah dibuat oleh Sunari Bin Samiyun pada tanggal 1 Januari 2016.
Hal itu juga dibenarkan oleh surat keterangan yang diterbitkan oleh Pihak Kecamatan Kota Batu pada tanggal 24 Agustus 2017 yang ditandatangani oleh Camat Kota Batu Aries Setiawan S.STP.
Dalam surat tersebut menerangkan sesuai dengan pengecekan register PPATS di Kecamatan Batu mulai tahun 1980 sampai dengan tahun 1985 tidak ditemukan adanya data peralihan hak milik Sunari atas tanah petok D sesuai leter C no 557/Junrejo persil 144 seluas 11.580 meter persegi yang terletak di Desa Junrejo, Kecamatan Kota Batu.
“Ini memang janggal. Kami tidak pernah melakukan transaksi apapun, tiba-tiba nama ayah saya (Sunari) hilang dari sertifikat dan diganti nama orang lain (Anik Sumarti),” tegas Nuryanto, Kamis (22/5/2025), usai diperiksa di Polres Batu.
Polisi Diminta Periksa Oknum Desa dan BPN
Didampingi kuasa hukumnya, Jacob Koen Njio, SH dan Wahyu Widayat, SH, Nuryanto telah melayangkan laporan resmi ke Satuan Reserse dan Kriminal Polres Batu.
Jacob Koen Njio SH, selaku kuasa hukum korban mendesak agar semua pihak yang terlibat dalam penerbitan sertifikat yang diduga cacat hukum itu segera diperiksa, mulai dari aparat desa hingga pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batu.
“Kami minta polisi serius. Ini bukan sekadar sengketa, ini indikasi kejahatan agraria yang merampas hak ahli waris selaku klien kami,” tegas Jacob Koen.
Pihak pelapor menegaskan bahwa tanpa keterlibatan oknum di tingkat birokrasi desa dan pertanahan, proses penerbitan sertifikat yang berubah nama tidak mungkin bisa terjadi.
Menurut kuasa hukum pelapor, nilai tanah saat ini telah melambung tinggi karena masuk dalam zona strategis pariwisata di Kota Batu.
Jika dihitung berdasarkan nilai pasar saat ini, ahli waris ditaksir mengalami kerugian yang mencapai ratusan miliar rupiah.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini kejahatan serius yang mencuri hak tanah keluarga klien kami, dan mengalihkan aset bernilai sangat besar ke pihak lain tanpa dasar hukum yang sah,” tegas Wahyu Widayat, SH.
Desakan Audit Independen dan Peran Kejaksaan
Aliansi masyarakat anti-mafia tanah mendesak agar Kepolisian bersama Kejaksaan Agung turun tangan melakukan audit forensik pertanahan, terutama terhadap seluruh proses penerbitan sertifikat baru yang terjadi dalam rentang 5 tahun terakhir di Kota Batu.
Selain itu, transparansi penyidikan menjadi sorotan. Publik menuntut agar hasil penyelidikan tidak ditutup-tutupi dan dapat diuji di pengadilan secara terbuka.
Semakin Rumit, Tanah Sudah Berpindah Tangan ke Jatim Park 3
Persoalan sengketa tanah ini semakin pelik lantaran tanah tersebut kini telah dibeli oleh pihak swasta, yakni PT Jatim Park 3.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun redaksi tagarindonesia, transaksi penjualan dilakukan atas nama Anik Sumarti kepada pihak pengelola wisata Jatim Park 3 menelan dana hingga Rp 15 miliar.
Direktur Utama PT Jatim Park 3, Suryo Widodo ketika dikonfirmasi di Hotel Senyum Kota Batu membenarkan pihaknya telah dipanggil penyidik untuk memberikan klarifikasi.
“Kalau memang ada pemalsuan sertifikat, silakan gugat di pengadilan. Semua dokumen sudah kami serahkan ke polisi,” pungkas Suryo kepada media. (gus)
