
JAKARTA | TAGARINDONESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Penyebabnya Khofifah tidak hadir dalam pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keterangan terkait kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dalam APBD Pemprov Jatim periode 2019–2022 yang sudah dijadwalkan Jumat (20/6/2025).

Absennya Khofifah dibenarkan juru Bicara KPK Budi Prasetyo. Ini dibuktikan dengan surat yang diterima KPK terkait adanya permohonan penjadwalan ulang sejak Rabu (18/6/2025) dari Khofifah.
“Ada keperluan lainnya,” singkatnya.
Khofifah diperiksa diperiksa terkait aliran dana hibah pokmas yang tengah disidik KPK.
Sementara itu, Sekdaprov Jatim Adhy Karyono menjelaskan bahwa Gubernur Khofifah sedang cuti lantaran adanya keperluan pribadi.
Khofifah menghadiri wisuda putranya Jalaluddin Mannagalli Parawansa di Universitas Peking, Beijing, Tiongkok.
Jalaluddin, putra kedua Khofifah, menempuh pendidikan magister di Universitas Peking sejak 2023 dan tahun sudah menyelesaikan pendidikannya.
“Beliau sudah berangkat ke Cina sejak pagi hingga Minggu. Cuti sudah disetujui oleh Kemendagri,” beber Adhy kepada awak media.
Selama Gubernur cuti Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jatim.
Meski berada di luar negeri, Adhy memastikan Khofifah sudah mengkoordinasikan agar pelayanan publik tetap berjalan normal seperti biasanya.
“Semua sudah diatur, pelayanan tidak terganggu,” katanya.
Jalaluddin, putra kedua Khofifah, menempuh pendidikan magister di Universitas Peking sejak 2023 dan kini resmi menyelesaikan studinya.
Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi sudah diperiksa lebih dulu, Kamis (19/6/2025).
Kusnadi mengungkapkan bahwa Gubernur Jatim yang mengawasi pengurusan dana tersebut.
“Ya pasti tahu, wong yang mengeluarkan dia.Masa nggak tahu,” kata Kusnadi usai diperiksa penyidik KPK.
Seperti diketahui, pada Juli 2024 lalu, KPK telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus dana hibah Jatim ini.
Empat di antaranya sebagai penerima suap, termasuk tiga penyelenggara negara dan satu staf. Sementara 17 lainnya merupakan pemberi suap. (red)
