
JAKARTA – Survei Litbang Kompas yang dirilis pada Januari 2025 mencatat tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mencapai 80,9 persen. Dalam survei yang melibatkan responden dari 38 provinsi di Indonesia ini, hanya 19,1 persen yang mengaku tidak puas.
Capaian ini menjadi sorotan publik, terutama karena diraih dalam 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih. Meski sempat muncul polemik atas beberapa kebijakan, seperti di bidang hukum, perpajakan, dan program “Makan Bergizi Gratis”, angka kepuasan tetap tinggi.

Menurut Dr. Verdy Firmantoro, pakar komunikasi politik Universitas Brawijaya, hasil survei ini mencerminkan optimisme publik terhadap pemerintah. “Dalam konteks 100 hari, angka ini lebih menunjukkan keyakinan masyarakat terhadap pemerintahan ini. Jika masyarakat sudah tidak yakin di awal, maka akan sulit untuk berharap banyak dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Namun, Verdy mengingatkan bahwa hasil survei hanya mencerminkan tren opini publik secara umum. Segmen masyarakat tertentu, seperti kalangan menengah ke atas dan akademisi yang lebih kritis, cenderung tidak terwakili. “Pandangan dari kelompok kritis harus diakomodasi pemerintah agar kebijakan yang diambil tetap relevan dan tepat sasaran,” tambahnya.
Tantangan Sinkronisasi dan Dinamika Politik
Di balik tingginya tingkat kepuasan, Verdy mencatat adanya tantangan besar, yaitu memastikan sinkronisasi antara presiden dan para menteri. Blunder di sejumlah kementerian dalam tiga bulan terakhir dianggap menunjukkan potensi miskomunikasi yang dapat merusak citra pemerintah.
“Kinerja para menteri harus inline dengan presiden. Jika support system pemerintahan ini solid, maka kebijakan akan lebih efektif dan minim miskomunikasi,” tegasnya.
Selain itu, dinamika politik, seperti kongres PDIP yang diprediksi berpengaruh signifikan terhadap stabilitas politik nasional, menjadi tantangan tersendiri. Menurut Verdy, pemerintah perlu bersikap adaptif dalam menghadapi isu-isu politik strategis untuk menjaga momentum positif ini.
Evaluasi Program Populis
Program seperti “Makan Bergizi Gratis” mendapat apresiasi besar dari masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Namun, Verdy menilai program ini masih sebatas langkah populis awal. “Keberlanjutan program ini harus dipastikan. Jangan sampai hanya menjadi gimmick populis tanpa dampak jangka panjang yang nyata,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap program-program lain yang dirancang untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi. Kritik dari berbagai kalangan harus dijadikan masukan agar pemerintah tetap responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Reshuffle Kabinet: Harapan dan Risiko
Terkait isu reshuffle kabinet, Verdy menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, tetapi harus dilakukan dengan bijak. “Reshuffle jangan terlalu sering dilakukan, karena stabilitas politik harus tetap dijaga. Selain itu, hindari adanya kepentingan pribadi yang mendasari reshuffle,” katanya.
Optimisme yang Harus Dijaga
Survei Litbang Kompas ini menunjukkan optimisme publik yang tinggi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, pemerintah harus menjadikan hasil ini sebagai motivasi untuk bekerja lebih keras, bukan sekadar euforia sesaat.
Dengan memperkuat koordinasi antar kementerian, mendengarkan kritik dari berbagai kelompok masyarakat, serta memastikan keberlanjutan program-program prioritas, pemerintah diharapkan mampu mempertahankan momentum positif ini hingga lima tahun mendatang.
