IMG-20250401-WA0004
IMG-20250410-WA0061
previous arrowprevious arrow
next arrownext arrow

Kebijakan Efisiensi Anggaran Era Prabowo: Antara Manfaat dan Tantangan

  • Bagikan
banner 468x60

MALANG – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menerapkan kebijakan efisiensi anggaran yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan APBN dan APBD. Salah satu alasan utama di balik langkah ini adalah mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak sekolah dan kelompok rentan. Namun, kebijakan ini menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan, terutama terkait dampaknya terhadap sektor-sektor lain yang juga memerlukan anggaran besar.

Dalam kebijakan tersebut, yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 serta Keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, pemerintah menekankan pengurangan pengeluaran negara di berbagai bidang, termasuk perjalanan dinas, acara seremonial, serta pengadaan barang dan jasa yang dianggap tidak esensial. Meski bertujuan untuk mengurangi pemborosan, efektivitas kebijakan ini masih dipertanyakan, terutama jika diterapkan secara seragam di seluruh kementerian dan lembaga.

Example 300x600

Dampak Potensial terhadap Pelayanan Publik dan Perekonomian

Pakar kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Administrasi, Andy Fefta Wijaya, mengingatkan bahwa efisiensi anggaran memang penting, tetapi penerapannya harus dilakukan secara bijak. Ia menilai pemotongan anggaran yang dilakukan secara menyeluruh berpotensi menghambat layanan publik, terutama di sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar.

Baca Juga:  Peras Izin Tenaga Kerja Asing, KPK Tetapkan 8 Tersangka Oknum di Kemenaker RI

“Efisiensi itu memang diperlukan, tapi penerapannya tidak bisa dilakukan secara pukul rata. Jika semua kementerian dipaksa mengurangi anggaran mereka dengan persentase yang sama, hasilnya justru bisa kontraproduktif,” jelas Prof. Andy.

Ia juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan belanja negara menjadi salah satu penggerak utama ekonomi nasional, pemangkasan anggaran yang terlalu drastis dapat menghambat pertumbuhan. Saat ini, perekonomian Indonesia berada di kisaran 5%, sedangkan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, pertumbuhan harus meningkat hingga 8%. Jika kebijakan ini mengakibatkan stagnasi atau penurunan pertumbuhan ekonomi, maka evaluasi harus segera dilakukan.

“Jika efisiensi ini menghambat laju pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah harus meninjau ulang kebijakan tersebut agar tidak berdampak negatif terhadap pembangunan nasional,” tambahnya.

Baca Juga:  Nikmatnya Berbuka Puasa Saat Umroh di Makkah dan Madinah di Bulan Ramadhan 1446 H/2025

Makan Bergizi Gratis: Solusi atau Tantangan Baru?

Salah satu alasan utama penghematan anggaran ini adalah pengalihan dana ke program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini diharapkan dapat meningkatkan gizi anak-anak sekolah dan kelompok rentan, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Namun, masih perlu dilihat lebih lanjut apakah pengalihan anggaran ini akan berdampak langsung pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Presiden Prabowo telah menetapkan pemotongan anggaran sebesar Rp306,69 triliun dalam APBN 2025, dengan menargetkan berbagai sektor non-prioritas untuk efisiensi. Beberapa langkah konkret yang diambil termasuk:

  • Pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50%, guna mengurangi pengeluaran yang dianggap tidak mendesak.
  • Pembatasan acara seremonial dan pertemuan pemerintahan, yang diinstruksikan untuk dikurangi atau bahkan dihilangkan jika tidak esensial.
  • Efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa, terutama untuk belanja yang tidak berhubungan langsung dengan layanan dasar masyarakat.
Baca Juga:  Puan Maharani Ingatkan Pemerintah: Penulisan Ulang Sejarah Jangan Abaikan Semangat 'Jas Merah'

Meskipun kebijakan ini berupaya memastikan penggunaan anggaran negara lebih efektif, tantangan tetap ada dalam penerapannya. Apakah efisiensi anggaran ini mampu menjaga keseimbangan antara penghematan dan kelangsungan layanan publik? Ataukah justru akan menimbulkan masalah baru yang memerlukan penyesuaian kebijakan lebih lanjut? Jawaban dari pertanyaan ini hanya bisa diperoleh setelah kebijakan ini berjalan dan dampaknya dievaluasi secara menyeluruh.

banner 120x600
  • Bagikan
Example 300x600

Example 300x600

Example 300x600

banner 720x1260

banner 720x1260

Example 300x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Dilindungi Hak Cipta