
TAGAR INDONESIA.COM – Pembangunan Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK) di Singosari diam-diam mendapatkan penolakan dari warga sekitar.
Hal ini terungkap dari gelombang penolakan terhadap Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singhasari yang menyeruak di kalangan warga akibat ketidakpuasan.

Terlebih ketidakpuasan warga ini telah lama terpendam dan kini meledak dalam bentuk spanduk-spanduk protes yang tersebar di berbagai sudut jalan menuju kawasan KEK di Desa Klampok, Kecamatan Singosari.
Pantauan di lapangan menunjukkan setidaknya beberapa spanduk yang terpampang di titik-titik strategis.
Tulisan-tulisan itu bernada tegas dan emosional menghiasi setiap spanduk yang mencerminkan keresahan warga atas keberadaan KEK yang dinilai tidak memberikan manfaat nyata. Jum’at (2/5/2025).
“Singosari Bukan Kawasan Bisnis, tapi Kawasan Santri!” tulis salah satu spanduk.
Adapula spanduk yang bertuliskan “KEK = Kapitalisme Eksploitasi Kawasan! Singosari kudu diselametno teko penjajah!”
Bahkan warga juga menuding KEK hanya menggusur dan merusak lingkungan tanpa memperhatikan kearifan lokal.
“Wis 3 tahun mlaku ganok manfaate gae warga Singosari. Pak Presiden Prabowo, tulung bubarno ae wis KEK iki!” teriak salah satu tulisan yang viral di media sosial.
Sementara itu, saat DPRD Kabupaten Malang melalui Pansus LKPJ Bupati 2024 menyatakan KEK Singhasari tidak menunjukkan dampak signifikan bagi perekonomian warga.
Proyek strategis nasional itu bahkan dinilai sekadar menjadi ajang seremonial tanpa realisasi yang nyata.
KEK Singhasari juga mendapat kritik keras dari Anggota DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok terkait dampak ekonomi, pariwisata maupun manfaat langsung juga tidak dirasakan masyarakat sekitar.
”Terkesan KEK hanya menjadi ajang seremonial saja, dan keterlibatan warga asli kabupaten sangat minim. Sebenarnya untuk apa ada KEK ini kan perlu dipertanyakan?” tanya Zulham.
Diresmikan sejak 2019 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2019, KEK Singhasari mencakup lahan seluas 120,3 hektare dengan fokus pada pariwisata dan pengembangan teknologi.
Namun hingga kini, kemanfaatannya masih dipertanyakan. Meski resmi beroperasi pada November 2022, geliat ekonomi dan pemberdayaan warga sekitar nyaris tak terasa. (Doni kim/gus)
