
TAGAR INDONESIA.COM – Menteri Koperasi (Menkop RI) Budi Arie Setiadi memberikan aturan tegas terkait pengurus yang bisa mengelola koperasi desa merah Putih.
Salah satunya pengurus kopdes Merah Putih tidak boleh memiliki hubungan darah atau kekerabatan.

Kebijakan ini merupakan komitmen Menkop RI untuk mencegah kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam pembentukan serta pengelolaan koperasi desa merah putih.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, kawasan perdagangan, dan pengawasan persaingan usaha di Jakarta, Budi Arie mengungkapkan posisi ketua pengawas koperasi akan dijabat secara ex officio oleh kepala desa. Aturan ketat akan akan diberlakukan untuk menjaga profesionalisme dan integritas para pengurus lainnya.
Apabila didapatkan kepengurusan yang ada hubungan darah, maka Budi Arie menegaskan pihaknya akan membatalkan kepengurusannya jika ditemukan adanya pengurus kopdes merah putih yang memiliki hubungan keluarga.
“Pengurus koperasi jumlahnya lima orang, jadi tidak boleh ada hubungan semenda, jadi istri anak enggak boleh jadi pengurus. Jadi nanti kalau ada, pasti akan kami batalkan (kepengurusannya),” ujar Budi Arie.
Budi Arie mengungkapkan tidak adanya hubungan keluarga itu agar tidak timbul fraud alias korupsi saat kopdes merah putih itu dijalankan.
Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono menambahkan masyarakat desa akan berperan aktif dalam mengawasi pemilihan pengurus kopdes merah putih.
Ferry meyakini pemahaman warga desa tentang hubungan kekeluargaan di lingkungan mereka akan menciptakan pengawasan sosial yang alami.
Mekanisme ini diharapkan dapat mengurangi potensi masalah seperti riwayat buruk di sistem layanan informasi keuangan (SLIK) atau adanya hubungan kekerabatan (semenda) yang tidak diperbolehkan.
“Dengan musyawarah desa itu diharapkan yang soal SLIK soal semenda segala macam itu bisa diminimalisir,” benernya.
Dalam rapat tersebut, anggota DPR RI Komisi VI Mufti Anam meminta langkah konkret dari pihak berwenang untuk memastikan pengurus kopdes merah putih tidak hanya asal tunjuk. Akan tetapi melainkan harus profesional dan berintegritas.
Kekhawatiran ini muncul karena banyak laporan di masyarakat yang menyebutkan bahwa pengurus koperasi kerap ditunjuk dari kalangan keluarga kepala desa.
“Banyak masyarakat yang menyampaikan bahwa koperasi ini rata-rata pengurus yang ditunjuk yang dibentuk adalah keluarganya kepala desa. Kalau sejak awal saja sudah nepotisme, sudah KKN, bagaimana ke depan?,” ucap Mufti Anam.
Mufti menekankan pentingnya pencegahan KKN sejak dini agar koperasi tidak menjadi “alat bancakan” bagi oknum-oknum di desa. (Galih)
